MENGGALI SISTEM POLITIK DAN HUKUM PEMERINTAHAN ADAT MARGA
(Oleh : Satria Ali, Aktivis dan Penggiat SistemPolitik Adat dan Hukum Adat Tulang Bawang)
Marga berasal dari bahasa Tionghoa yang terdiridari dua suku kata yaitu xing dan shi yang membentuk kata Marga. Namunseiring bertambah kompleksnya struktur sosial masyarakat Tionghoa, maka sebutanXing merujuk pada Marga, sedangkan
Shi merujuk kepadaClan. Adapun sejarah Marga di dalam kebudayaan
Tionghoa bermula dari 5000hingga 8000 tahun yang lalu sewaktu masyarakat
Tionghoa masih bersifatmatrilineal, yang mana pada masa itu, Marga
diwariskan dari garis ibu. (id.wikwpwdia.org.wiki/Marga_Tionghoa)
Dalamsistem pemerintahan adat kekerabatan di Lampung dipegang oleh keluarga-keluargadari kebuwayan (keturunan) yang ditarikdari garis keturunan laki-laki (patrilineal). Kesatuan-kesatuan keluarga (menyanak) secara umum berpusat pada suatubangunan rumah tua yangdisebut NuwowBalak atau Lamban Balak (rumahbesar) yang berada dalam suatu Kampung yang disebut Tiyuh, Anek atau Pekon.Sedangkan
di dalam Tiyuh, Anek maupun Pekon terdiri dari beberapa Suku
(Clan),artinya Tiyuh, Anek dan Pekon merupakan gabungan berbagai suku
(clan) yangmasih memiliki pertalian buway. Selanjutnya beberapa Tiyuh
bergabung menjadisatu kesatuan daerah tritorial yang disebut “MARGA” .
Secara garis besar, jikanama Marga tersebut menggunakan nama poyang
asalnya, berarti Marga tersebutdidominasi oleh keturunan poyang asalnya,
seperti sebutan Marga Buay Bulan,berarti Marga tersebut didominasi oleh
keturunan Bulan (Putri Bulan).
Pada tahun 1857
pemerintah Belandamengakui kedudukan pemerintahan adat kebuwayan dengan
masing-masing Punyimbangatau Saibatinnya. Selanjutnya pada tahun 1928
pemerintah menetapkan batas-batasMarga Tritorial, dengan menunjuk atau
memilih Kepala Marga (Pasirah Marga)masing-masing berdasarkan Peraturan
Marga Regment tahun 1939, dalam rangkapelaksanaan Inlandsche GemeenteOrdonnanntei Buitengewesten (IGOB) S. 1938 no. 490, yang ditetapkan ResidenLampung tanggal 21 Juli 1939 no. 536. Menurut peraturan tersebut, Kepala Marga melaksanakan
pemerintahanMarganya di dampingi Dewan Marga yang anggota-anggotanya
terdiri dari paraPunyimbang. Masing-masing Marga merupakan kesatuan
Kampung (Tiyuh, Pekon) dan bagian Kampung (Suku) termasuk
umbulan yang terletak di daerah peladangan dalamlingkungan hak ulayat
tanah marga bersangkutan. Sistem pemerintahan Marga yangbersifat
tritorial berlaku sampai tahun 1952, dan sejak itu berlaku
sistempemerintahan Negeri (Minangkabau) hingga tahun 1970, kemudian
sejak tahun 1970sampai sekarang bentuk pemerintahan Marga atau pun
Negeri sudah tidak ada lagi,maka pemerintahan umum dilaksanakan oleh
para Camat yang mebawahi Kepala-kepalaKampung, sedangkan pemerintahan
adat kekerabatan kembali semata-mata menjadiurusan para Punyimbang Adat
menurut Marga Adatnya masing-masing. (Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu HukumAdat Indonesia, hal : 126-127)
Seorang pemimpin dalam kekerabatanmasyarakat Lampung disebut Punyimbang, yang dibangun dari dua suku kata yaitu Pun dan Nyimbang.
“Pun” merupakan sebutan bagi Dewa Tertinggi dalam konsepTrimurti yaitu
Dewa Brahma, sedangkan “Nyimbang” berarti meniru. Secara bahasa,kata
Punyimbang berarti meniru segala tingkah laku dewa Pun. (Achjarani
Alf.,Ngeberengoh : 1954)
Adapun sistem Pemerintahan
adat kebuwayanpada masyarakat Lampung Pepadun terdiri dari tiga sistem
kekuasaan, yaituPemerintahan Marga dipimpin oleh seorang Kepala Marga
(Pasirah), PemerintahanTiyuh dipimpin oleh seorang Kepala Tiyuh, dan
Pemerintahan Suku dipimpin olehseorang Kepala Suku. Pemerintahan Marga
merupakan Pemerintahan tertinggi dalamsistem kekuasaan politik
masyarakat hukum adat Lampung Pepadun. Marga merupakankesatuan Kampung (Tiyuh, Pekon) danbagian Kampung (Suku)
termasukumbulan yang terletak di daerah peladangan dalam lingkungan hak
ulayat tanahmarga bersangkutan. Sedangkan Pemerintahan Tiyuh, Anek
maupun Pekon merupakankesatuan berbagai Suku (clan) yang berada dalam
suatu wilayah hak ulayat Tiyuhbersangkutan.
Selanjutnya
pemerintahan Suku merupakansistem kekuasaan terendah yang mengatur
langsung clan (keluarga/menyanak) darimasing-masing suku yang ada dalam
ruang lingkup Tiyuh, Anek maupun Pekon. Sukumerupakan inti dari adat
kebuwayan/keturunan (clan). Dalam pemerintahan Suku, seorangKepala Suku
sudah selayaknya memiliki tanggung jawab penuh untuk membuat
aturantersendiri yang harus dijalankan secara khusus oleh masing-masing
individu yangberada dalam Suku (clan) tersebut, sebab seorang individu
dalam Suku tertentumemiliki tanggung jawab moral untuk menjaga dan
menjunjung tinggi kehormatanSukunya dalam kehidupan sosial masyarakat
adat setempat. Adapun nilai-nilaimoral yang merupakan norma adat yang
harus tetap dipegang teguh oleh setiapindividu Lampung adalah apa yang
disebut “Piil”.Apabila norma adat itu tidak dipegang teguh, maka
pribadi itu akan menjadipribadi yang tidak tau malu dan tidak beradab
dan perlu diberi sanksi adat baikitu sanksi moral maupun sanksi pidana
adat.
Pada hakikatnya tiga (3) sistempemerintahan adat
kebuwayan tersebut diatas dilambangkan dengan adanya warna ragamhias
Payung Agung, yaitu Payung Agung berwarna Merah melambangkan
adanyapemerintahan Suku dengan nilai adatnya enam (6), Payung Agung
berwarna Kuningmelambangkan adanya pemerintahan Tiyuh dengan nilai
adatnya Dua Belas (12),sedangkan Payung Agung berwarna Putih
melambangkan adanya pemerintahan Margadengan nilai adatnya Dua Puluh
Empat (24). Apabila kita lihat melalui optikhukum, maka nilai adat
tersebut menandakan bahwa secara hukum masyarakatLampung Pepadun tidak
mengenal adanya persamaan dalam menerapkan sanksi pidanaadat, artinya
semakin tinggi kedudukan seseorang dalam sistem
ke-Punyimbang-an(pemimpin clan), maka semakin tinggi pula ancaman
hukumannya. Oleh karena ituseorang Punyimbang tentunya memiliki tanggung
jawab yang penuh dalam mengayomikerabat dan sanak familinya, agar tetap
tunduk dan patuh pada norma-norma sosial yang telah disepakati, baik
itu aturanyang bersifat tertulis maupun aturan yang tidak tertulis
sekalipun.
Adanya perbedaan dalam pemberian sanksiadat sangatlah
penting, sebab kedudukan seseorang tentunya memiliki tanggungjawab untuk
memberikan keteladanan yang baik kepada orang lain, khususnyakepada
mereka yang berada dalam ruang lingkup kekerabatan/menyanak (Suku,
Clan)tertentu. Sebagai contoh adanya Piil Pesenggiri yang merupakan
warisan budayayang sekaligus merupakan kaidah dan petunjuk hidup yang
harus dijalankan olehsetiap pribadi orang Lampung. Dalam bukunya
Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Moh.SalehDjindang,S.H. menguraikan
tentang Petunjuk hidup yang biasanya disebut kaidahatau norma, terdapat
dalam hukum, kebiasaan, adat-istiadat, agama dankesusilaan. Oleh karena
masyarakat justru memerlukan petunjuk hidup, makapetunjuk hidup itu
menjadi gejala sosial, yakni suatu gejala yang terdapatdalam masyarakat.
Selain itu diuraikan juga definisi R.H. Lowie tentangkebudayaan yang
secara garis besar disimpulkan bahwa hukum menjadi aspek darikebudayaan,
dan sebagai anasir kebudayaan maka hukum juga memperlihatkan sifatdan
corak kebudayaan yang bersangkutan. (E.Utrecht/Moh.Saleh Djindang,
S.H.1982:2-3)
Atas dasar penjelasan dan uraian
tersebutdiatas, serta melihat perkembangan sistem politik masyarakat
adat maupun sistemtata hukum adat saat ini, tentunya telah mengalami
pergeseran nilai dan norma-norma,sebab aturan adat yang ada saat ini
tidak senafas dengan Pancasila karenaaturan adat itu dipengaruhi oleh
nafas-nafas kolonial. Untuk itu perlu kita sebagaianak yang lahir dalam
kandungan adat meluruskan, mengoreksi dan membenahi sistempolitik adat
yang ada saat ini, khususnya dalam kesatuan masyarakat hukum adatMegou
Pak Tulang Bawang. Adapun Megou Pak Tulang Bawang berdiri pada tahun
1914yang terdiri dari Marga Suway Umpu, Marga Buway Bulan, Marga
Tegamo’an danMarga Aji. Oleh karena Megou Pak Tulang Bawang merupakan federasi,
maka masing-masingMarga tentunya memiliki seorang pemimpin yang disebut
Pasirah Marga atau KepalaMarga, artinya secara politis, federasi Megow
Pak Tulang Bawang tidak beradaditangan seorang pemimpinan atau yang saat
ini dikenal dengan sebutan “KetuaLembaga Adat Megou Pak Tulang Bawang”,
akan tetapi masing-masing Marga memilikiseorang pemimpin yang dipilih
secara demokratis dengan syarat-syarat tertentu.Hal ini cukup dimengerti
bahwa sistem Pemerintahan Marga merupakan sistemkekuasaan politik yang
bersifat demokratis.
Meskipun secara politis federasi
MegouPak Tulang Bawang tidak berada pada tampuk pimpinan yang bersifat
tunggaldibawah kekuasaan seorang Ketua Lembaga Adat Megou Pak Tulang
Bawang, keadaanitu tidaklah sama halnya dengan sistem hukum adatnya,
yang mana setiap PasirahMarga menjalankan sistem Pemerintahan
berdasarkan tata hukum adat Megou PakTulang Bawang yang dikodifikasi
pada tahun 1910/1913. Inilah yang menjadikeunikan sistem politik adat
dan hukum adat Lampung Pepadun, khususnyamasyarakat Hukum Adat Megou Pak
Tulang Bawang, sehingga merupakan suatu kearifandemokrasi yang sangat
murni dalam kehidupan adat Lampung, sebab posisi hukumberada pada
kedudukan yang sangat istimewa. Artinya meskipun Pimpinan Megou
PakTulang Bawang berada di tangan empat orang pemimpin, namun peraturan
hukumnyahanya satu yaitu Peraturan Adat Megou Pak Tulang Bawang
1910/1913 yang bersifattunggal, sebab hukum adat dimaksud merupakan
kodifikasi hasil kesepakatanbersama dari empat marga yang ada.
Dalam
perkembangan sistem tata hukumnegara pasca reformasi dan otonomi
daerah, kedudukan masyarakat hukum adatdiakui dan dihormati selaras
dengan perkembangan zaman (Pasal 18B UUD 1945).Oleh sebab itu perlu kita
membenahi sistem politik adat dan sistem hukum adat,agar masyarakat
hukum adat tidak menjadi objek kepentingan politik olehoknum-oknum
tertentu. Saat ini adat hanya menjadi suatu selogan belaka tanpaadanya
fakta dan kinerja nyata untuk melibatkan masyarakat hukum adat
dalamkancah politik di daerahnya. Padahal masyarakat hukum adat dalam
kehidupanberbangsa dan bernegara juga merupakan subjek hukum yang harus
dihormati,sehingga dalam Undang Undang tentang Desa yang telah disahkan
pada Desember2013, Pemerintah memandang perlu untuk melibatkan
masyarakat hukum adat dalamkancah perpolitikan ditingkat Desa. Sehingga
sangatlah urgen untuk membenahisistem pemerintahan adat yang ada
disetiap daerah diseluruh penjuru tanah airIndonesia, terkhusus
diwilayah Lampung.
Rasionalnya adalah bagaimana masyarakathukum
adat dapat berperan aktif dalam perpolitikan di daerah jika tidak
adasistem hirarki pemerintahan adat yang dapat dijadikan landasan dalam
rangkamewujudkan otonomi masyarakat hukum adat. Sebagai contoh, banyak
sekali adanyapelanggaran-pelanggaran adat yang tidak diselesaikan dengan
aturan adat, sebabdalam sistem politik masyarakat hukum adat saat ini
sama sekali tidak kitajumpai adanya badan peradilan adat yang bertugas
untuk menyelesaikan sengketa masalahadat, maupun pelanggaran adat yang
terjadi dalam internal masyarakat hukumadat.
Oleh sebab itu
sebagai generasi muda, tentunya memandang perlu untukmemberikan suatu
sumbangsih pemikiran tentang bagaimana mewujudkan otonomimasyarakat
hukum adat yang secara hukum dapat diakui dan di implementasikansecara
nyata dalam sistem negara hukum yang demokratis atas dasar Pancasila
danUUD 1945. Secara yuridis, masyarakat hukum adat Megou Pak Tulang
Bawang telahdiakui keberadaannya baik sebelum republik maupun setelah
republik. Sehinggatidaklah elok jika keberadaan federasi Megou Pak
Tulang Bawang disejajarkandengan keberadaan organisasi-organisasi
kemasyarakatan biasa.
Saat ini fakta menyebutkan
bahwa pada era otonomi daerah, federasiMegou Pak Tulang Bawang telah
menjadi komoditi politik oleh oknum-oknumtertentu guna mendekatkan diri
pada pusat kekuasaan daerah. Sebab secara umumseorang Raja (penguasa)
lebih mengutamakan orang-orang yang dekat kepadanya, daripada orang yang
bijaksana tetapi belum dikenalnya. Seperti halnya pohon anggur,mana
yang dekat padanya itulah yang dijalarinya, sekalipun pohon itu
bukantermasuk pohon yang mulia (Hikayat Kalilah dan Dimnah). Keadaan
inilah yangterjadi selama ini, sebab Masyarakat Hukum Adat sering
bergantung padapenyusunan keputusan politik yang mempengaruhi kehidupan
mereka. Dalam makalahyang berjudul Perluasan Partisipasi Politik Rakyat,
sebuah ajakan MenujuTatanan Negara yang Membumi, dua hal penting yang
sering tidak dimilikikalangan adat untuk memperbaiki kehidupan. Pertama,
kondisi ini merupakankonsekwensi logis konsep negara moderen yang
diterapkan di Indonesia. Kedua,berdasarkan prinsip demokrasi tidak
langsung, sebagai hasil “kemalasan” dan“kebodohan”, serta menyerahnya
kesadaran terhadap hegemoni konsep demokrasiBarat. Dalam hal kedua ini, fungsikelompok marginal cuma sekedar menjadi kayu api bagi segelintir elite.(Lampung Post, 12 Januari 2002, R.Yando Zakaria (Praktisi Antropolog padaInstitut for Sosial Transpormation/Insist Yogyakarta)
Untuk
itu perlu adanya dukungan penuhdari pemerintah, terkhusus Pemerintah
Daerah Kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten TulangBawang Barat, untuk
bekerjasama guna memfasilitasi dan memobilisasi segenaptokoh masyarakat
hukum adat Megou Pak Tulang Bawang, bahkan para praktisi,akademisi atau
pun para pakar politik dan pakar hukum adat, juga diharapkandapat
melakukan pengkajian dan penelitian tentang hukum adat dalam
rangkamenumbuh kembangkan sistem pemerintahan adat yang demokratis.
Dalam hal inikami sangat antusias ketika menyimak paparan surat kabar
online yang dipetikmelalui Saibumi.com pada Rabu, 11 Juni 2014, tentang “Pembangunan Kampung TuaJadi Prioritas”, menyebutkan antara lain “PemerintahTulang
Bawang Barat memprioritaskan pembangunan Kampung-kampung Tua yang ada
diKabupaen setempat, termasuk pelestarian tempat-tempat bersejarah yang
berada diperkampungan pribumi”. Selanjutnya menurut Fauzi Hazan, Kepala BappedaSetda Kabupaten Tulang Bawang Barat, menguraikan bahwa “Pembangunan Kampung-kampung Tua tetap dilaksanakan, mulai daripembangunan sampai ke infrastruktur jalan jembatan”. Atas
dasar penjelasanitu, maka kami sangat berterimakasih kepada segala
pihak, khususnya kepadapihak Pemerintah Kabupaten yang sangat antusias
memberikan perhatian penuhkepada perkampungan masyarakat pribumi, namun
perlu juga kami menambahkankiranya prioritas pembangunan itu jangan
hanya menekankan pada pembangunaninfrastruktur saja, akan tetapi yang
lebih utama adalah pembangunan Sumber DayaManusia (SDM) masyarakat
pribumi, sehingga diharapkan kedepan masyarakatpribumi lebih memiliki
wawasan yang luas serta memiliki kemampuan untukbersaing dengan
masyarakat luar. Pembangunan Sumber Daya Manusia tersebut
dapatdiwujudkan melalui penataan sistem kelembagaan adatnya.
Selanjutnya
perlu juga dibuat suatuperaturan khusus tentang siapa-siapa sosok yang
berhak untuk menjadi KepalaMarga, yang tentunya disesuaikan dengan
status Kepunyimbangan seseorang.Standarnya adalah untuk menduduki
Jabatan Kepala Marga, Kepala Tiyuh maupunKepala Suku diperlukan sosok
pribadi yang dianggap memiliki kecakapan,kejujuran, tegas, dan
bertanggung jawab serta memiliki pemahaman terhadap hukumadat. Selain
itu seorang Pimpinan Adat tersebut tentunya harus menyandang gelaradat
tertinggi yang diakui dalam kesatuan masyarakat hukum adat Lampung
Pepadunyang disebut “Suttan”. Adapunkedudukan seorang Kepala
Marga tentunya sejajar dengan kedudukan Kepala DaerahKabupaten/Kota.
Oleh sebab itu dalam mejalankan tugasnya, maka seorang KepalaMarga
dibantu oleh Dewan Marga yang berasal dari para Punyimbang. Dewan Marga
merupakanbadan legeslasi adat, memiliki tugas antara lain memilih
seorang Kepala Margaberdasarkan aturan adat yang telah dispakati dalam
sidang Dewan Marga.
Sistem politik pemerintahan adat
margasebagaimana tersebut dalam uraian diatas tentunya tidak hanya di
terapkan dalamsistem politik Pemerintahan Adat Megou Pak Tulang Bawang,
akan tetapi tentunyadapat juga di implementasikan oleh seluruh
Punyimbang Adat Lampung Pepadun(Abung Siwo Megou, Pubian-Telu Suku,
Sungkai, dan Way Kanan), Mengingat MasyarakatLampung Pepadun dahulu
terdiri dari Sembilan (9) Marga baik itu Marga yangbersifat Tritorial
maupun Marga yang bersifat Geniologis. Sebab “diLampung tidak pernah ditemukan bukti arkeologis yang menunjukkan bahwa pernahhadir suatu kekuatan politik berupa kerajaan”.Selanjutnya disebutkan bahwa “Berdasarkansumber sejarah dan tradisi lisan masyarakat, meskipun di Lampung tidakditemukan adanya kerajaan,
namunterdapat bentuk-bentuk organisasi desa-desa yang sangat berkembang
dengankeluarga-keluarga sebagai intinya. Orang tua-tua desa sebagai
pengawas terhadapwilayah merupakan kepala-kepala yang patrimonial.
Bentuk sistem organisasi inidikenal dengan Sistem Pemerintahan AdatMarga”
(Laporan Penelitian Arkeologi Balar Bandung, Pusat Peradaban
diKabupaten Lampung Utara-Perkembangan Hunian dan Budaya 2012:159). Oleh
karenitu, perlunya peran Pemerintah Propinsi Lampung dan menjadi PR
PemerintahPropinsi, untuk mendukung dan memobilisasi upaya konsolidasi
masyarakat hukumadat dalam rangka menumbuh kembangkan peran masyarakat
hukum adat dalammengawal jalannya pembangunan di era demokrasi, otonomi
daerah dan supremasihukum. Bahkan jika dimungkinkan, maka perlu juga
diadakan pengkajian secaramendasar tetang pembentukan Desa Adat sesuai dengan apa yangtelah diatur dalam Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Catatan :
ü KesatuanMasyarakat Hukum Adat Megou Pak Tulang Bawang, terdiri dari :
1. MargaSuway Umpu
a. Marga Suway Umpu Udik (Gunung Terang dan GunungAgung_Kab.TB.Barat)
b. Marga Suway Umpu Ilir (Ujung Gunung Udik danUjung Gunung Ilir_Kab.Tulang Bawang)
2. MargaBuway Bulan
a. Marga Buway Bulan Udik (Karta, Gn. KatunTanjungan, Gn. Katun Malay dan Gedong Ratu_Kab.TB.Barat)
b. Marga Buway Bulan Ilir (Menggala, Lingai, LebuhDalem dan Kibang_Kab.Tulang Bawang)
3. MargaTegamo’an
AdapunMarga
Tegamo’an umumnya berada di wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat,
yaituKampung Pagar Dewa, Panaragan, Menggala Mas, Bandar Dewa dan
Penumangan.
4. MargaAji
Beradadi wilayah Gedong Aji Kabupaten Tulang Bawang.
ü SecaraAdaministratif dalam wilayah Pemerintahan Kabupaten Tulang Bawang terdapat :
a. Marga Suway Umpu Ilir (Ujung Gunung Udik danUjung Gunung Ilir_Kab.Tulang Bawang)
b. Marga Buway Bulan Ilir (Menggala, Lingai, LebuhDalem dan Kibang_Kab.Tulang Bawang)
c. Marga Aji, berada di wilayah Gedong AjiKabupaten Tulang Bawang.
d. Marga
Tegamo’an, berada di wilayah Mariksa(Meresow), Kampungnya dahulu berada
diwilayah aliran Sungai Tulang Bawang,tepatnya berada disebelah udik
Kampung Gedong Aji, namun sekarang penduduknya telahmenggabungkan diri
dalam wilayah Menggala.
ü Sedangkandalam wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat terdapat :
a. Marga Suway Umpu Udik (Gunung Terang dan GunungAgung_Kab.TB.Barat)
b. Marga Buway Bulan Udik (Karta, Gn. KatunTanjungan, Gn. Katun Malay dan Gedong Ratu_Kab.TB.Barat)
c. Marga Tegamo’an
AdapunMarga
Tegamo’an umumnya berada di wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat,
yaituKampung Pagar Dewa, Panaragan, Menggala Mas, Bandar Dewa dan
Penumangan.
By cratif : Hendra Dkk