SEKARANG ini banyak sekali umat
Islam yang memeriahkan perayaan tahun baru masehi. Antusiasme ini justru
melebihi perayaan tahun baru Islam (hijriyah). Mereka melakukannya dengan
berfoya-foya, terutama di kalangan muda mudi, yang terbilang lemah dalam pemikirannya
terhadap Islam.
Saat ini, tahun baru 1 Januari
telah dijadikan hari libur nasional, bahkan hampir di semua negara di Dunia.
Berbeda halnya dengan pergantian tahun baru hijriah, banyak masyarakat yang
tidak merayakannya, bahkan sekadar tahu saja mereka mungkin tidak. Memang
perayaan tahun baru hijriah tidak dituntut untuk merayakannya dengan menyalakan
kembang api, meniup terompet, ataupun kumpul di pusat kota dengan tujuan yang
tidak jelas.
Dalam
masyarakat pada umumnya yang identik dengan nilai-nilai
Islam. Pada kenyataannya, pada malam tahun baru dihiasi dengan berbagai hiburan
yang menarik dan sayang untuk dilewatkan. Muda-mudi tumpah ruah di jalanan,
berkumpul di pusat kota menunggu pukul 00.00, yang seolah-olah dalam pandangan
sebagian orang “haram” untuk
dilewatkan.
Dalam
firman-Nya Allah mengatakan dalam surah al-Furqan ayat 72, yang artinya: “Dan
orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu
dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah,
mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Dalam ayat
tersebut terdapat kata “al-Zur”
(perbuatan-perbuatan
yang tidak berfaidah). Menurut ulama tafsir, maksud al-Zur adalah
perayaan-perayaan orang kafir.
Ada sekian banyak pendapat yang
berbeda tentang perayaan tahun baru masehi dan tahun baru Islam. Jika
ditanyakan pendapat tersebut kepada kalangan muda/mudi sekarang mereka menuturkan bahwa
sah-sah saja merayakan tahun baru masehi karena sifatnya yang universal. Namun,
bukan berarti mereka tidak memeriahkan tahun baru Islam. Mereka merasa
bahwasanya apa yang mereka lakukan adalah hal yang bertujuan untuk
bersenang-senang bersama teman sampai tibanya saat pergantian tahun.
Menurut pandangan hukum Islam
beberapa pendapat menjadi perdebatan antara haram atau memperbolehkan merayakan
tahun baru masehi. Ada yang berpendapat bahwa perayaan malam tahun baru pada
hakikatnya adalah ritual peribaatan para pemeluk agama bangsa-bangsa di Eropa,
baik yang nasrani atau pun agama lainnya. Walhasil, perayaan malam tahun baru
masehi itu adalah perayaan hari besar agama di luar Islam. Maka
hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam.
Pendapat lainnya mengatakan
kebanyakan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, berzina,
tertawa dan hura-hura. Bahkan bergadang semalam suntuk menghabiskan waktu
dengan sia-sia. Padahal Allah SWT telah menjadikan malam untuk berisitrahat,
bukan untuk melek sepanjang malam, kecuali bila ada anjuran untuk shalat malam.
Maka mengharamkan perayaan malam tahun baru bagi umat Islam adalah upaya untuk
mencegah dan melindungi umat Islam dari pengaruh buruk yang lazim dikerjakan
para ahli maksiat.
Namun, di balik pendapat yang
mengharamkan adapula pendapat yang menghalalkan perayaan malam tahun baru.
Pendapat yang menghalalkan berargumen bahwa perayaan malam tahun baru masehi
tidak selalu terkait dengan ritual agama tertentu. Semua tergantung niatnya.
Kalau diniatkan untuk beribadah atau ikut-ikutan orang kafir, maka hukumnya
haram. Tetapi tidak diniatkan mengikuti ritual orang kafir, maka tidak ada
larangannya.
Misalnya, umat Islam memanfaatkan
momen malam tahun baru untuk melakukan hal-hal positif, seperti memberi makan
fakir miskin, menyantuni panti asuhan, membersihkan lingkungan dan sebagainya.
Maka bisa dikatakan bahwa merayakan tahun baru masehi dengan gaya seperti ini
bersifat halal. Bukan saja mendapat keuntungan untuk diri sendiri melainkan
juga dapat menguntungkan banyak orang. Perbuatan tersebut bisa dibilang
memeriahkan malam tahun baru dengan beribadah lillahita’ala.
Banyak kegiatan yang bisa
dilakukan untuk memeriahkan malam tahun baru masehi maupun tahun baru hijriah.
Tidaklah seharusnya masyarakat yang khususnya umat Islam merayakan tahun baru
dengan berfoya-foya karena hal itu hanya untuk kesenangan dunia semata.
0 komentar:
Posting Komentar