Definition List

Jumat, 14 November 2014

MENGGALI SISTEM POLITIK DAN HUKUM PEMERINTAHAN ADAT MARGA



MENGGALI SISTEM POLITIK DAN HUKUM PEMERINTAHAN ADAT MARGA
(Oleh : Satria Ali, Aktivis dan Penggiat SistemPolitik Adat dan Hukum Adat Tulang Bawang)


Marga berasal dari bahasa Tionghoa yang terdiridari dua suku kata yaitu xing dan shi yang membentuk kata Marga. Namunseiring bertambah kompleksnya struktur sosial masyarakat Tionghoa, maka sebutanXing merujuk pada Marga, sedangkan Shi merujuk kepadaClan. Adapun sejarah Marga di dalam kebudayaan Tionghoa bermula dari 5000hingga 8000 tahun yang lalu sewaktu masyarakat Tionghoa masih bersifatmatrilineal, yang mana pada masa itu, Marga diwariskan dari garis ibu. (id.wikwpwdia.org.wiki/Marga_Tionghoa)
Dalamsistem pemerintahan adat kekerabatan di Lampung dipegang oleh keluarga-keluargadari kebuwayan (keturunan) yang ditarikdari garis keturunan laki-laki (patrilineal). Kesatuan-kesatuan keluarga (menyanak) secara umum berpusat pada suatubangunan rumah tua yangdisebut NuwowBalak atau Lamban Balak (rumahbesar) yang berada dalam suatu Kampung yang disebut Tiyuh, Anek atau Pekon.Sedangkan di dalam Tiyuh, Anek maupun Pekon terdiri dari beberapa Suku (Clan),artinya Tiyuh, Anek dan Pekon merupakan gabungan berbagai suku (clan) yangmasih memiliki pertalian buway. Selanjutnya beberapa Tiyuh bergabung menjadisatu kesatuan daerah tritorial yang disebut “MARGA” . Secara garis besar, jikanama Marga tersebut menggunakan nama poyang asalnya, berarti Marga tersebutdidominasi oleh keturunan poyang asalnya, seperti sebutan Marga Buay Bulan,berarti Marga tersebut didominasi oleh keturunan Bulan (Putri Bulan).
Pada tahun 1857 pemerintah Belandamengakui kedudukan pemerintahan adat kebuwayan dengan masing-masing Punyimbangatau Saibatinnya. Selanjutnya pada tahun 1928 pemerintah menetapkan batas-batasMarga Tritorial, dengan menunjuk atau memilih Kepala Marga (Pasirah Marga)masing-masing berdasarkan Peraturan Marga Regment tahun 1939, dalam rangkapelaksanaan Inlandsche GemeenteOrdonnanntei Buitengewesten (IGOB) S. 1938 no. 490, yang ditetapkan ResidenLampung tanggal 21 Juli 1939 no. 536. Menurut peraturan tersebut, Kepala Marga melaksanakan pemerintahanMarganya di dampingi Dewan Marga yang anggota-anggotanya terdiri dari paraPunyimbang. Masing-masing Marga merupakan kesatuan Kampung (Tiyuh, Pekon) dan bagian Kampung (Suku) termasuk umbulan yang terletak di daerah peladangan dalamlingkungan hak ulayat tanah marga bersangkutan. Sistem pemerintahan Marga yangbersifat tritorial berlaku sampai tahun 1952, dan sejak itu berlaku sistempemerintahan Negeri (Minangkabau) hingga tahun 1970, kemudian sejak tahun 1970sampai sekarang bentuk pemerintahan Marga atau pun Negeri sudah tidak ada lagi,maka pemerintahan umum dilaksanakan oleh para Camat yang mebawahi Kepala-kepalaKampung, sedangkan pemerintahan adat kekerabatan kembali semata-mata menjadiurusan para Punyimbang Adat menurut Marga Adatnya masing-masing. (Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu HukumAdat Indonesia, hal : 126-127)
Seorang pemimpin dalam kekerabatanmasyarakat Lampung disebut Punyimbang, yang dibangun dari dua suku kata yaitu Pun dan Nyimbang. “Pun” merupakan sebutan bagi Dewa Tertinggi dalam konsepTrimurti yaitu Dewa Brahma, sedangkan “Nyimbang” berarti meniru. Secara bahasa,kata Punyimbang berarti meniru segala tingkah laku dewa Pun. (Achjarani Alf.,Ngeberengoh : 1954)
Adapun sistem Pemerintahan adat kebuwayanpada masyarakat Lampung Pepadun terdiri dari tiga sistem kekuasaan, yaituPemerintahan Marga dipimpin oleh seorang Kepala Marga (Pasirah), PemerintahanTiyuh dipimpin oleh seorang Kepala Tiyuh, dan Pemerintahan Suku dipimpin olehseorang Kepala Suku. Pemerintahan Marga merupakan Pemerintahan tertinggi dalamsistem kekuasaan politik masyarakat hukum adat Lampung Pepadun. Marga merupakankesatuan Kampung (Tiyuh, Pekon) danbagian Kampung (Suku) termasukumbulan yang terletak di daerah peladangan dalam lingkungan hak ulayat tanahmarga bersangkutan. Sedangkan Pemerintahan Tiyuh, Anek maupun Pekon merupakankesatuan berbagai Suku (clan) yang berada dalam suatu wilayah hak ulayat Tiyuhbersangkutan.
Selanjutnya pemerintahan Suku merupakansistem kekuasaan terendah yang mengatur langsung clan (keluarga/menyanak) darimasing-masing suku yang ada dalam ruang lingkup Tiyuh, Anek maupun Pekon. Sukumerupakan inti dari adat kebuwayan/keturunan (clan). Dalam pemerintahan Suku, seorangKepala Suku sudah selayaknya memiliki tanggung jawab penuh untuk membuat aturantersendiri yang harus dijalankan secara khusus oleh masing-masing individu yangberada dalam Suku (clan) tersebut, sebab seorang individu dalam Suku tertentumemiliki tanggung jawab moral untuk menjaga dan menjunjung tinggi kehormatanSukunya dalam kehidupan sosial masyarakat adat setempat. Adapun nilai-nilaimoral yang merupakan norma adat yang harus tetap dipegang teguh oleh setiapindividu Lampung adalah apa yang disebut “Piil”.Apabila norma adat itu tidak dipegang teguh, maka pribadi itu akan menjadipribadi yang tidak tau malu dan tidak beradab dan perlu diberi sanksi adat baikitu sanksi moral maupun sanksi pidana adat.
Pada hakikatnya tiga (3) sistempemerintahan adat kebuwayan tersebut diatas dilambangkan dengan adanya warna ragamhias Payung Agung, yaitu Payung Agung berwarna Merah melambangkan adanyapemerintahan Suku dengan nilai adatnya enam (6), Payung Agung berwarna Kuningmelambangkan adanya pemerintahan Tiyuh dengan nilai adatnya Dua Belas (12),sedangkan Payung Agung berwarna Putih melambangkan adanya pemerintahan Margadengan nilai adatnya Dua Puluh Empat (24). Apabila kita lihat melalui optikhukum, maka nilai adat tersebut menandakan bahwa secara hukum masyarakatLampung Pepadun tidak mengenal adanya persamaan dalam menerapkan sanksi pidanaadat, artinya semakin tinggi kedudukan seseorang dalam sistem ke-Punyimbang-an(pemimpin clan), maka semakin tinggi pula ancaman hukumannya. Oleh karena ituseorang Punyimbang tentunya memiliki tanggung jawab yang penuh dalam mengayomikerabat dan sanak familinya, agar tetap tunduk dan patuh pada norma-norma  sosial yang telah disepakati, baik itu aturanyang bersifat tertulis maupun aturan yang tidak tertulis sekalipun.
Adanya perbedaan dalam pemberian sanksiadat sangatlah penting, sebab kedudukan seseorang tentunya memiliki tanggungjawab untuk memberikan keteladanan yang baik kepada orang lain, khususnyakepada mereka yang berada dalam ruang lingkup kekerabatan/menyanak (Suku, Clan)tertentu. Sebagai contoh adanya Piil Pesenggiri yang merupakan warisan budayayang sekaligus merupakan kaidah dan petunjuk hidup yang harus dijalankan olehsetiap pribadi orang Lampung. Dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Moh.SalehDjindang,S.H. menguraikan tentang Petunjuk hidup yang biasanya disebut kaidahatau norma, terdapat dalam hukum, kebiasaan, adat-istiadat, agama dankesusilaan. Oleh karena masyarakat justru memerlukan petunjuk hidup, makapetunjuk hidup itu menjadi gejala sosial, yakni suatu gejala yang terdapatdalam masyarakat. Selain itu diuraikan juga definisi R.H. Lowie tentangkebudayaan yang secara garis besar disimpulkan bahwa hukum menjadi aspek darikebudayaan, dan sebagai anasir kebudayaan maka hukum juga memperlihatkan sifatdan corak kebudayaan yang bersangkutan. (E.Utrecht/Moh.Saleh Djindang, S.H.1982:2-3)
Atas dasar penjelasan dan uraian tersebutdiatas, serta melihat perkembangan sistem politik masyarakat adat maupun sistemtata hukum adat saat ini, tentunya telah mengalami pergeseran nilai dan norma-norma,sebab aturan adat yang ada saat ini tidak senafas dengan Pancasila karenaaturan adat itu dipengaruhi oleh nafas-nafas kolonial. Untuk itu perlu kita sebagaianak yang lahir dalam kandungan adat meluruskan, mengoreksi dan membenahi sistempolitik adat yang ada saat ini, khususnya dalam kesatuan masyarakat hukum adatMegou Pak Tulang Bawang. Adapun Megou Pak Tulang Bawang berdiri pada tahun 1914yang terdiri dari Marga Suway Umpu, Marga Buway Bulan, Marga Tegamo’an danMarga Aji. Oleh karena Megou Pak Tulang Bawang merupakan federasi, maka masing-masingMarga tentunya memiliki seorang pemimpin yang disebut Pasirah Marga atau KepalaMarga, artinya secara politis, federasi Megow Pak Tulang Bawang tidak beradaditangan seorang pemimpinan atau yang saat ini dikenal dengan sebutan “KetuaLembaga Adat Megou Pak Tulang Bawang”, akan tetapi masing-masing Marga memilikiseorang pemimpin yang dipilih secara demokratis dengan syarat-syarat tertentu.Hal ini cukup dimengerti bahwa sistem Pemerintahan Marga merupakan sistemkekuasaan politik yang bersifat demokratis.
Meskipun secara politis federasi MegouPak Tulang Bawang tidak berada pada tampuk pimpinan yang bersifat tunggaldibawah kekuasaan seorang Ketua Lembaga Adat Megou Pak Tulang Bawang, keadaanitu tidaklah sama halnya dengan sistem hukum adatnya, yang mana setiap PasirahMarga menjalankan sistem Pemerintahan berdasarkan tata hukum adat Megou PakTulang Bawang yang dikodifikasi pada tahun 1910/1913. Inilah yang menjadikeunikan sistem politik adat dan hukum adat Lampung Pepadun, khususnyamasyarakat Hukum Adat Megou Pak Tulang Bawang, sehingga merupakan suatu kearifandemokrasi yang sangat murni dalam kehidupan adat Lampung, sebab posisi hukumberada pada kedudukan yang sangat istimewa. Artinya meskipun Pimpinan Megou PakTulang Bawang berada di tangan empat orang pemimpin, namun peraturan hukumnyahanya satu yaitu Peraturan Adat Megou Pak Tulang Bawang 1910/1913 yang bersifattunggal, sebab hukum adat dimaksud merupakan kodifikasi hasil kesepakatanbersama dari empat marga yang ada.
Dalam perkembangan sistem tata hukumnegara pasca reformasi dan otonomi daerah, kedudukan masyarakat hukum adatdiakui dan dihormati selaras dengan perkembangan zaman (Pasal 18B UUD 1945).Oleh sebab itu perlu kita membenahi sistem politik adat dan sistem hukum adat,agar masyarakat hukum adat tidak menjadi objek kepentingan politik olehoknum-oknum tertentu. Saat ini adat hanya menjadi suatu selogan belaka tanpaadanya fakta dan kinerja nyata untuk melibatkan masyarakat hukum adat dalamkancah politik di daerahnya. Padahal masyarakat hukum adat dalam kehidupanberbangsa dan bernegara juga merupakan subjek hukum yang harus dihormati,sehingga dalam Undang Undang tentang Desa yang telah disahkan pada Desember2013, Pemerintah memandang perlu untuk melibatkan masyarakat hukum adat dalamkancah perpolitikan ditingkat Desa. Sehingga sangatlah urgen untuk membenahisistem pemerintahan adat yang ada disetiap daerah diseluruh penjuru tanah airIndonesia, terkhusus diwilayah Lampung.
Rasionalnya adalah bagaimana masyarakathukum adat dapat berperan aktif dalam perpolitikan di daerah jika tidak adasistem hirarki pemerintahan adat yang dapat dijadikan landasan dalam rangkamewujudkan otonomi masyarakat hukum adat. Sebagai contoh, banyak sekali adanyapelanggaran-pelanggaran adat yang tidak diselesaikan dengan aturan adat, sebabdalam sistem politik masyarakat hukum adat saat ini sama sekali tidak kitajumpai adanya badan peradilan adat yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa masalahadat, maupun pelanggaran adat yang terjadi dalam internal masyarakat hukumadat.
Oleh sebab itu sebagai generasi muda, tentunya memandang perlu untukmemberikan suatu sumbangsih pemikiran tentang bagaimana mewujudkan otonomimasyarakat hukum adat yang secara hukum dapat diakui dan di implementasikansecara nyata dalam sistem negara hukum yang demokratis atas dasar Pancasila danUUD 1945. Secara yuridis, masyarakat hukum adat Megou Pak Tulang Bawang telahdiakui keberadaannya baik sebelum republik maupun setelah republik. Sehinggatidaklah elok jika keberadaan federasi Megou Pak Tulang Bawang disejajarkandengan keberadaan organisasi-organisasi kemasyarakatan biasa.

Saat ini fakta menyebutkan bahwa pada era otonomi daerah, federasiMegou Pak Tulang Bawang telah menjadi komoditi politik oleh oknum-oknumtertentu guna mendekatkan diri pada pusat kekuasaan daerah. Sebab secara umumseorang Raja (penguasa) lebih mengutamakan orang-orang yang dekat kepadanya, daripada orang yang bijaksana tetapi belum dikenalnya. Seperti halnya pohon anggur,mana yang dekat padanya itulah yang dijalarinya, sekalipun pohon itu bukantermasuk pohon yang mulia (Hikayat Kalilah dan Dimnah). Keadaan inilah yangterjadi selama ini, sebab Masyarakat Hukum Adat sering bergantung padapenyusunan keputusan politik yang mempengaruhi kehidupan mereka. Dalam makalahyang berjudul Perluasan Partisipasi Politik Rakyat, sebuah ajakan MenujuTatanan Negara yang Membumi, dua hal penting yang sering tidak dimilikikalangan adat untuk memperbaiki kehidupan. Pertama, kondisi ini merupakankonsekwensi logis konsep negara moderen yang diterapkan di Indonesia. Kedua,berdasarkan prinsip demokrasi tidak langsung, sebagai hasil “kemalasan” dan“kebodohan”, serta menyerahnya kesadaran terhadap hegemoni konsep demokrasiBarat. Dalam hal kedua ini, fungsikelompok marginal cuma sekedar menjadi kayu api bagi segelintir elite.(Lampung Post, 12 Januari 2002, R.Yando Zakaria (Praktisi Antropolog padaInstitut for Sosial Transpormation/Insist Yogyakarta)

Untuk itu perlu adanya dukungan penuhdari pemerintah, terkhusus Pemerintah Daerah  Kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten TulangBawang Barat, untuk bekerjasama guna memfasilitasi dan memobilisasi segenaptokoh masyarakat hukum adat Megou Pak Tulang Bawang, bahkan para praktisi,akademisi atau pun para pakar politik dan pakar hukum adat, juga diharapkandapat melakukan pengkajian dan penelitian tentang hukum adat dalam rangkamenumbuh kembangkan sistem pemerintahan adat yang demokratis. Dalam hal inikami sangat antusias ketika menyimak paparan surat kabar online yang dipetikmelalui Saibumi.com pada Rabu, 11 Juni 2014, tentang “Pembangunan Kampung TuaJadi Prioritas”, menyebutkan antara lain “PemerintahTulang Bawang Barat memprioritaskan pembangunan Kampung-kampung Tua yang ada diKabupaen setempat, termasuk pelestarian tempat-tempat bersejarah yang berada diperkampungan pribumi”. Selanjutnya menurut Fauzi Hazan, Kepala BappedaSetda Kabupaten Tulang Bawang Barat, menguraikan bahwa “Pembangunan Kampung-kampung Tua tetap dilaksanakan, mulai daripembangunan sampai ke infrastruktur jalan jembatan”. Atas dasar penjelasanitu, maka kami sangat berterimakasih kepada segala pihak, khususnya kepadapihak Pemerintah Kabupaten yang sangat antusias memberikan perhatian penuhkepada perkampungan masyarakat pribumi, namun perlu juga kami menambahkankiranya prioritas pembangunan itu jangan hanya menekankan pada pembangunaninfrastruktur saja, akan tetapi yang lebih utama adalah pembangunan Sumber DayaManusia (SDM) masyarakat pribumi, sehingga diharapkan kedepan masyarakatpribumi lebih memiliki wawasan yang luas serta memiliki kemampuan untukbersaing dengan masyarakat luar. Pembangunan Sumber Daya Manusia tersebut dapatdiwujudkan melalui penataan sistem kelembagaan adatnya.
Selanjutnya perlu juga dibuat suatuperaturan khusus tentang siapa-siapa sosok yang berhak untuk menjadi KepalaMarga, yang tentunya disesuaikan dengan status Kepunyimbangan seseorang.Standarnya adalah untuk menduduki Jabatan Kepala Marga, Kepala Tiyuh maupunKepala Suku diperlukan sosok pribadi yang dianggap memiliki kecakapan,kejujuran, tegas, dan bertanggung jawab serta memiliki pemahaman terhadap hukumadat. Selain itu seorang Pimpinan Adat tersebut tentunya harus menyandang gelaradat tertinggi yang diakui dalam kesatuan masyarakat hukum adat Lampung Pepadunyang disebut “Suttan”. Adapunkedudukan seorang Kepala Marga tentunya sejajar dengan kedudukan Kepala DaerahKabupaten/Kota. Oleh sebab itu dalam mejalankan tugasnya, maka seorang KepalaMarga dibantu oleh Dewan Marga yang berasal dari para Punyimbang. Dewan Marga merupakanbadan legeslasi adat, memiliki tugas antara lain memilih seorang Kepala Margaberdasarkan aturan adat yang telah dispakati dalam sidang Dewan Marga.
Sistem politik pemerintahan adat margasebagaimana tersebut dalam uraian diatas tentunya tidak hanya di terapkan dalamsistem politik Pemerintahan Adat Megou Pak Tulang Bawang, akan tetapi tentunyadapat juga di implementasikan oleh seluruh Punyimbang Adat Lampung Pepadun(Abung Siwo Megou, Pubian-Telu Suku, Sungkai, dan Way Kanan), Mengingat MasyarakatLampung Pepadun dahulu terdiri dari Sembilan (9) Marga baik itu Marga yangbersifat Tritorial maupun Marga yang bersifat Geniologis. Sebab  “diLampung tidak pernah ditemukan bukti arkeologis yang menunjukkan bahwa pernahhadir suatu kekuatan politik berupa kerajaan”.Selanjutnya disebutkan bahwa “Berdasarkansumber sejarah dan tradisi lisan masyarakat, meskipun di Lampung tidakditemukan adanya kerajaan, namunterdapat bentuk-bentuk organisasi desa-desa yang sangat berkembang dengankeluarga-keluarga sebagai intinya. Orang tua-tua desa sebagai pengawas terhadapwilayah merupakan kepala-kepala yang patrimonial. Bentuk sistem organisasi inidikenal dengan Sistem Pemerintahan AdatMarga (Laporan Penelitian Arkeologi Balar Bandung, Pusat Peradaban diKabupaten Lampung Utara-Perkembangan Hunian dan Budaya 2012:159). Oleh karenitu, perlunya peran Pemerintah Propinsi Lampung dan menjadi PR PemerintahPropinsi, untuk mendukung dan memobilisasi upaya konsolidasi masyarakat hukumadat dalam rangka menumbuh kembangkan peran masyarakat hukum adat dalammengawal jalannya pembangunan di era demokrasi, otonomi daerah dan supremasihukum. Bahkan jika dimungkinkan, maka perlu juga diadakan pengkajian secaramendasar tetang pembentukan Desa Adat sesuai dengan apa yangtelah diatur dalam Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

Catatan :
ü  KesatuanMasyarakat Hukum Adat Megou Pak Tulang Bawang, terdiri dari :
1.    MargaSuway Umpu
a.    Marga Suway Umpu Udik (Gunung Terang dan GunungAgung_Kab.TB.Barat)
b.    Marga Suway Umpu Ilir (Ujung Gunung Udik danUjung Gunung Ilir_Kab.Tulang Bawang)
2.    MargaBuway Bulan
a.    Marga Buway Bulan Udik (Karta, Gn. KatunTanjungan, Gn. Katun Malay dan Gedong Ratu_Kab.TB.Barat)
b.    Marga Buway Bulan Ilir (Menggala, Lingai, LebuhDalem dan Kibang_Kab.Tulang Bawang)
3.    MargaTegamo’an
AdapunMarga Tegamo’an umumnya berada di wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat, yaituKampung Pagar Dewa, Panaragan, Menggala Mas, Bandar Dewa dan Penumangan.
4.    MargaAji
Beradadi wilayah Gedong Aji Kabupaten Tulang Bawang.

ü  SecaraAdaministratif dalam wilayah Pemerintahan Kabupaten Tulang Bawang terdapat :
a.    Marga Suway Umpu Ilir (Ujung Gunung Udik danUjung Gunung Ilir_Kab.Tulang Bawang)
b.    Marga Buway Bulan Ilir (Menggala, Lingai, LebuhDalem dan Kibang_Kab.Tulang Bawang)
c.    Marga Aji, berada di wilayah Gedong AjiKabupaten Tulang Bawang.
d.    Marga Tegamo’an, berada di wilayah Mariksa(Meresow), Kampungnya dahulu berada diwilayah aliran Sungai Tulang Bawang,tepatnya berada disebelah udik Kampung Gedong Aji, namun sekarang penduduknya telahmenggabungkan diri dalam wilayah Menggala.

ü  Sedangkandalam wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat terdapat :
a.        Marga Suway Umpu Udik (Gunung Terang dan GunungAgung_Kab.TB.Barat)
b.        Marga Buway Bulan Udik (Karta, Gn. KatunTanjungan, Gn. Katun Malay dan Gedong Ratu_Kab.TB.Barat)
c.         Marga Tegamo’an
AdapunMarga Tegamo’an umumnya berada di wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat, yaituKampung Pagar Dewa, Panaragan, Menggala Mas, Bandar Dewa dan Penumangan.


 By cratif : Hendra Dkk   

1 komentar:

  1. Bukanya marga itu merupakan alat adu domba yang diciptakan oleh penjajah belanda?

    BalasHapus