Tulang Bawang yang beribukota
Menggala merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung, yang sebagian
wilayahnya dilalui oleh jalan Lintas Timur Sumatera, sehingga merupakan salah
satu alternative bagi kendaraan/ pengguna jalan yang akan menuju Propinsi/
Kota-Kota lainnya ke bagian utara Pulau Sumatera. Dengan demikian secara
langsung maupun tidak langsung menjadi perhatian pengguna jalan yang
melintasi Kabupaten. Pada masa sebelum kemerdekaan kota
Menggala disebut sebagai “Paris Van Lampung” karena menurut peta sejarah
kebudayaan dan perdagangan di Nusantara, menggambarkan Tulang Bawang
merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia, di samping Kerajaan
Melayu, Sriwijaya, Kutai dan Tarumanegara. Meskipun belum banyak catatan
sejarah yang mengungkapkan keberadaan kerajaan ini, namun catatan Cina Kuno
menyebutkan pada pertengahan abad ke-4, seorang peziarah Agama Budha yang
bernama Fa-Hien, pernah singgah di sebuah kerajaan yang makmur dan berjaya To-Lang
Po-Hwang (Tulang Bawang) di pedalaman Chrqse (Pulau Emas Sumatera).
Sampai saat ini belum ada yang dapat memastikan pusat kerajaan Tulang Bawang, namun ahli sejarah Dr. J.W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagar Dewa) sekitar 30 km dari pusat kota Menggala.
Sampai saat ini belum ada yang dapat memastikan pusat kerajaan Tulang Bawang, namun ahli sejarah Dr. J.W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagar Dewa) sekitar 30 km dari pusat kota Menggala.
Karena Menggala (juga Pagar Dewa) merupakan salah satu kota tertua di Propinsi
Lampung, maka sejak dahulu seni dan budayanya sudah berkembang. Selain karena
Tulang Bawang banyak wilayahnya merupakan daerah rawa pasang surut, maka
potensi objek wisata yang indah pun cukup banyak. Apalagi ulang Bawang
dilalui oleh sungai terbesar di Propinsi Lampung yaitu Way Tulang Bawang,
yang tentu saja menyimpan banyak potensi Sumber Daya Alam untuk dikembangkan,
termasuk pariwisata. Pengembangan pariwisata merupakan salah satu andalan
pembangunan di Indonesia
pada umumnya dengan kondisi Negara Indonesia yang sangat kaya dengan
objek wisata karena keragaman budaya dan keindahan alamnya. Potensi setiap
wisata yang ada di setiap daerah dan pelosok termasuk di Kabupaten Tulang
Bawang, memberikan peluang untuk peningkatan pariwisata baik dari segi
kuantitas maupun kualitas agar dapat menjaga sifat keandalannya yang belum
nampak konstribusinya pada masalah peningkatan fungsi dan peran
kepariwisataan pada pengembangan daerah
MENGGALA KOTA SEJARAH DAN BUDAYA
Selain sebagai Ibukota
Kabupaten Tulang Bawang, Menggala merupakan salah satu kota tua yang berkembang sejak Pemerintahan
Kolonial Belanda. Ciri khas kehidupan tradisional, kesibukan sebagai kota pelabuhan sungai,
pola pemukiman, rumah-rumah tua dan tata kehidupan asli masih sangat
terlihat. Beberapa fasilitas yang tersedia yaitu beberapa Hote, Wartel, Rumah
Makan. Menggala cukup menarik bagi mereka yang menyenangi budaya dan sejarah
lama, kehidupan tradisional dan kesibukan perdagangan tradisional di Pasar
Lama dan Pelabuhan sungai Tulang Bawang yang membelah Kota Menggala.
DAERAH ALAMI RAWA TULANG
BAWANG
Way Tulang Bawang adalah sungai terbesar di
provinsi Lampung dengan lebar sekitar 200 m yang melintasi kota Menggala. Selain dapat dijadikan
sebagai objek wisata petualangan, berkemah, memancing dan lainnya, saat ini
masih banyak juga masyarakat yang mendiami beberapa bagian sungai ini, baik
untuk tempat tinggal maupun sebagai tempat mencari nafkah dengan memasang
keramba ikan di sekitar sungai ini. Rawa Tulang Bawang merupakan lahan basah
tersisa yang terbaik di Sumatera. Beberapa wilayah rawa alam yang masih
banyak menyimpan keaslian lingkungan alam setempat berikut isinya adalah :
Rawa Pacing dan Rawa Kandis serta bagian-bagian dari Rawa Bujung Tenuk.
MAKAM MINAK PATI
PRAJURIT
Komplek makam terletak di
Kecamatan Pagar Dewa. Makam ini merupakan salah satu peninggalan Sejarah /
bukti sejarah tentang eksitensi kelompok masyarakat adat yang ada di
Kabupaten Tulang Bawang. Pagar Dewa merupakan Kota Kecamatan yang banyak menyimpan
rekaman sejarah masa lampau. Suasana Tradisional, arsitektur khas masih dapat
dijumpai disini. Pada waktu tertentu upacara tradisional sering diadakan. Ciri utama tempat ini adalah Pemukiman
yang terletak di sisi sungai.
KEBUDAYAAN
Penduduk
Kebupaten Tulang Bawang secara garis besar dapat dikelompokkan dalam
masyarakat adat Lampung (masyarakat asli Lampung) dan kelompok pendatang.
Keberadaan kelompok ini telah membentuk suatu pertalian adat dan budaya yang
menjadi suatu akulturasi budaya. Masyarakat adapt Lampung kebanyakan termasuk
adat Pepadun dengan sebutan Marga Megou Pak Tulang Bawang (marga empat Tulang
Bawang) yang tersebar di kecamatan-kecamatan di wilayah Kabupaten Tulang
Bawang.
Adat
Pepadun Megou Pak Tulang Bawang terdiri dari empat kebuayan, yaitu :
1.
Buay Bulan (Kecamatan Menggala dan Kecamatan Tulang Bawang).
2.
Buay Suwai Umpu (Kecamatan Menggala, Kecamatan Gunung Terang dan Kecamatan
Simpang Pematang).
3.
Buay Tegamoan (Kecamatan Tulang Bawang Tengah dan Kecamatan Menggala).
4.
Buay Aji (Kecamatan Gedong Aji).
Pandangan
hidup yang dibuat oleh masyarakat Lampung adalah Pi’il Pesenggiri berperangai
keras dan cenderung mempertahankan diri terutama bila menyangkut nama baik
keturunan, kehormatan pribadi dan kerabat (Hilman Hadikesuma, 1990). Secara
umum, dalam Pi’il Pesenggiri ini terdapat 4 (empat) unsur yang juga
menyertai, yaitu Juluk Adek (pemberian gelar), Nemui Nyimah (menerima tamu
dan memberi hadiah), Nengah Nyappur (bercampur dan berinteraksi dengan orang
lain, terutama dengan orang yang dianggap sejajar dengan kedudukannya atau
bahkan lebih tinggi) dan Sakai Sambayan (gotong-royong bergantian mengerjakan
sesuatu pekerjaan yang berat).
Seiring
perkembangan zaman di dalam masyarakat Lampung sudah terjadi akulturasi
budaya sejak zaman penjajahan Jepang dan hingga kini masih terus berjalan.
Proses tersebut dipercepat dengan adanya pertukaran/perpindahan penduduk,
dimana ada penduduk Lampung yang pindah ke Jawa baik untuk menuntut ilmu
maupun untuk bekerja dan sebaliknya banyak penduduk Jawa atau daerah lain
yang transmigrasi khususnya ke Tulang Bawang untuk mendapatkan pekerjaan
(mengadu nasib). Kaum pendatang umumnya merupakan transmigran lokal dari
daerah kabupaten lain dan terdiri atas beberapa etnis, seperti Jawa, Sunda,
Bali, Batak, Padang, Palembang dan Bugis. Kaum transmigran ini
tersebar luas ke seluruh kecamatan dan Kecamatan Mesuji merupakan kecamatan
yang sebagian besar dihuni oleh kaum pendatang dari berbagai etnis tersebut.
Proses
akulturasi budaya mempengaruhi pembentukan pola-pola daerah permukiman.
Perkampungan penduduk asli di Lampung masih banyak dijumpai mengikuti jalan,
garis pantai dan aliran sungai dengan pola linear dan pola mengelompok secara
sporadis pada wilayah-wilayah pertanian. Sedangkan penduduk pendatang umumnya
bermukim pada kantong-kantong permukiman yang sudah terbentuk dengan dan atau
tanpa pengaturan seperti, lahan transmigrasi dan permukiman
tradisional/perkampungan (desa-desa).
Bahasa
merupakan salah satu unsur kebudayaan. Penggunaan bahasa Lampung dalam
kehidupan sehari-hari masih sering kita dengar baik dalam masyarakat maupun
dalam lingkungan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kekerabatan dalam
masyarakat Lampung masih cukup erat.
Masyarakat
adat Megou Pak memiliki mata pencaharian sebagai petani dan pedagang. Mata
pencaharian utama adalah bertani di lahan kering seperti berladang dan
berkebun. Sedangkan masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai dan rawa
biasanya memiliki mata pencaharian sebagai penangkap ikan.
Kegiatan
membuka lahan pada mulanya diawali dengan beberapa kegiatan ritual yang
bermakna bahwa sebelum berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terlebih
dahulu mohon keselamatan agar terhindar dari bahaya. Ritual ini disebut
Ngebali, yang dilaksanakan oleh sanak keluarga yang akan membuka lahan untuk
ditanami padi atau tanaman lainnya. Setelah Ngebali, selanjutnya bersama-sama
keluarga besar melaksanakan Kusituwaw untuk memotong kayu-kayu kecil, semak
belukar yang ada di lahan yang akan digarap menjadi lahan pertanian.
Selanjutnya
melakukan Nuwaw, yaitu kegiatan menebang kayu-kayu pohon yang ada di sekitar
lahan garapan. Setelah lahan yang dibersihkan kering, kegiatan selanjutnya
adalah Nyuah yaitu kegiatan membakar lahan untuk dipersiapkan menjadi lahan
pertanian. Dari tata cara atau pola bertani seperti di atas dapat disimpulkan
bahwa masyarakat Megou Pak awalnya berpindah-pindah dari satu lahan ke lahan
berikutnya. Lahan yang pernah digarap oleh suatu kelompok masyarakat akan
dijadikan lahan garapan keluarga secara turun temurun.
PARIWISATA
Potensi
kepariwisataan Kabupaten Tulang Bawang meliputi potensi produk dan produksi
pasar pariwisata. Potensi produk pariwisata di Kabupaten Tulang Bawang
terdiri dari objek, akomodasi, restaurant, kerajinan/cinderamata, pos dan
telekomunikasi. Sedangkan potensi pasar terdiri dari potensi pasar potesial dan
pasar aktual. Kabupaten Tulang Bawang memiliki berbagai objek wisata
budaya/sejarah dan wisata alam yang dapat diandalkan. Objek wisata ini
tersebar di beberapa kecamatan.
OBJEK WISATA ALAM
Objek
wisata alam terdiri dari rawa-rawa (wet land), sungai dan danau. Kabupaten
Tulang Bawang menyimpan berbagai potensi pariwisata yang layak dikembangkan
antara lain River Tour di Sungai Tulang Bawang dan Mesuji, perkampungan di
atas air di Kuala Teladas, areal konservasi Rawa Pitu, Rawa Pacing, Bujung
Tenuk. Berikut adalah potensi wisata alam di Kabupaten Tulang Bawang.
Bujung Tenuk
Kawasan
rawa Bujung Tenuk di kota
Menggala merupakan daerah rawa pasang surut yang menjadi tampungan air di
musim hujan secara alami, sehingga musim hujan terlihat seperti danau yang
sangat luas dan tentu saja pemandangannya sangat indah. Pada musim kemarau
kawasan ini menjadi padang
luas yang dilalui oleh berbagai jenis burung spesies langka di dunia dan
dapat dijadikan untuk menggembala ternak masyarakat. Objek wisata ini
berlokasi di jalan Lintas Timur Sumatera dan sebagian berada di trans Asean.
Bawang Latak :
Kawasan rawa Bawang Latak juga berada di
Kecamatan Menggala merupakan objek wisata alam dan petualangan yang berada
kurang lebih 3 km dari pusat kota.
Rawa Pacing :
Kawasan
ini terletak di Kecamatan Banjar Agung (Bakung Kecamatan Menggala), merupakan
lahan basah dengan luas 12.000 ha, memiliki pemandangan yang indah, kekayaan
flora dan fauna. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah berperahu, berkemah,
tracking, dan lain-lain.
Cakat : Merupakan objek
wisata alam berupa kawasan rawa berada di Kecamatan Menggala Sungai dan Danau
Way Tulang Bawang
Way Tulang Bawang
adalah sungai paling besar/lebar di Provinsi Lampung dengan lebar 200 meter
yang melintasi kota
Menggala. Selain dapat dijadikan sebagai objek wisata petualangan, berperahu,
berkemah di pinggir sungai, memancing juga kegiatan wisata lainnya. Di atas
sungai masyarakat juga memasang keramba ikan sebagai mata pencaharian. Untuk
pengembangan di masa yang akan datang, Way Tulang Bawang dapat dijadikan
sebagai arena olahraga rutin tahunan misalnya lomba perahu hias, lomba
dayung, dan lomba memancing, disamping itu juga dapat dibangun rumah makan
terapung dan pusat penjualan makanan khas serta souvenir Tulang Bawang.
Danau/Rawa Pitu :
merupakan
salah satu areal konservasi di Kabupaten Tulang Bawang yang terletak di
Kecamatan Gedung Aji. Di sini terdapat berbagai jenis vegetasi dan hewan
tropis serta ratusan spesies burung yang bermigrasi antar benua. Tempat ini
sangat cocok untuk berwisata sambil mengadakan penelitian ilmiah.
Kuala Teladas :
terdapat
perkampungan masyarakat di atas air, namun mereka juga memanfaatkan sungai
untuk keramba yang hasilnya di jual ke luar Lampung. Wisatawan dapat
menikmati River Tour serta Farm and Rural Tourism.
Danau Wirabangun dan Bawang Lambu
Bawang Lambu
terletak di Kecamatan Pagar Dewa sekitar satu jam dari Kota Menggala adalah
sebuah danau yang selain memiliki pemandangan indah (flora), juga
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai mata pencaharian nelayan untuk
mencari ikan, di danau ini pula terdapat 2 (dua) makam yang dianggap keramat
oleh masyarakat sekitar, yaitu makam Menak Makdum dan Menak Melako yang konon
menurut sejarah adalah kakak beradik dan merupakan keturunan Menak Indah
(Tuan Rio Sanak) dari Panaragan. Selain itupula terdapat beraneka ragam satwa
burung dan ada seekor buaya yang dianggap keramat oleh masyarakat sekitar
danau yang dipelihara oleh seorang warga setempat. Di Bawang Lambu ini
aktivitas wisata yang dapat dilakukan adalah memancing, berperahu, berkemah,
wisata petualangan, outbond, mencari jejak, menikmati pemandangan indah, dan
beraneka jenis burung langka. saat ini
Objek Wisata Sejarah dan
Budaya
Kabupaten
Tulang Bawang memiliki berbagai objek wisata budaya/sejarah yang dapat
diandalkan, seperti ibukota Tulang Bawang yang merupakan kota tertua, dan sanggar-sanggar
seni/budaya warisan nenek moyang banyak berkembang di Kabupaten Tulang
Bawang. Beberapa acara masyarakat Tulang Bawang dilaksanakan secara adat,
misalnya : pernikahan, khitanan, pemberian gelar adat, mendirikan rumah
(ruwah bumi) dan lain-lain merupakan wisata budaya yang menarik wisatawan.
Objek
Wisata Ziarah (ziarah ke makam para pahlawan tersebar di wilayah Tulang
Bawang diantaranya) :
Makam
Menak Sengaji di Menggala, Makam Menak Ngegulung di Tiuh Toho, Makam Menak
Rio Tengah, Makam Menak Mangku Bumi/ Tiuh Rio Mangku Bumi, Makam Menak Sang
Putri Haji Bawas, Makam Menak Patih Prajurit di Pagar Dewa, Makam Menak
Temenggung, Makam Menak Indah/Tuan Rio Sanak, Makam Tubagus Buang.
Pagar
Dewa merupakan kota
kecamatan yang banyak menyimpan rekaman sejarah masa lampau. Suasana
tradisional, arsitektur khas masih dijumpai di sini. Pada waktu tertentu
upacara tradisional sering diadakan. Ciri utama tempat ini adalah pemukiman
yang terletak di sisi sungai.
Objek
wisata sejarah dan budaya lainnya adalah :
Tangga
Raja Menggala merupakan wisata sejarah/alam yang berada di Kecamatan
Menggala.
Pulau
Daging merupakan wisata sejarah dan alam berada di Kecamatan Menggala.
Benteng
Sabuk merupakan wisata sejarah yang berada di Kecamatan Tulang Bawang Udik.
Desa
Tradisional Pagar Dewa.
Sanggar
Seni Besapen merupakan wisata budaya untuk mengenal dan mempelajari kesenian
tradisional Lampung.
Makam
Kuno di Pagar Dewa, Gedong Aji, Bakung Ilir/Udik.
Objek
Wisata Agro
Berikut
adalah beberapa objek agrowisata potensial di Kabupaten Tulang Bawang :
Pabrik
Pengalengan dan Kebun Nanas di Simpang Pematang.
Kebun
Jeruk BW atau Jeruk Cho-kun di Kecamatan Tanjung Raya dan Mesuji yang
hasilnya diekspor ke luar negeri.
Tambak
Udang PT. Aruna Wijaya Sakti (ex. Dipasena Citra Dharmaja) di Kecamatan Rawa
Jitu Timur, sebagai tempat budidaya udang yang pernah tercatat sebagai
produsen udang terbesar di Indonesia
bahkan Asia.
Pabrik
Gula di Gedung Meneng.
Perkebunan
Karet, Kelapa Sawit, Nanas, Singkong dan Tebu yang tersebar di beberapa
kecamatan di Kabupaten Tulang Bawang juga memberikan daya tarik wisata
tersendiri bagi wisatawan tertentu, baik untuk agro wisata maupun untuk
penelitian.
Kabupaten
Tulang Bawang setiap tahunnya memiliki agenda tetap yaitu Festival Megou Pak
Tulang Bawang yang tujuannya untuk mempromosikan potensi objek pariwisata dan
pelestarian kebudayaan lokal untuk mendatangkan kunjungan wisatawan, baik
wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.
Festival
Megou Pak Tulang Bawang
Festival
Megou Pak Tulang Bawang adalah salah satu agenda tahunan Kabupaten Tulang
Bawang yang diselenggarakan setiap tahunnya antara bulan Februari s/d Maret
yang bertujuan untuk menggali dan mengembangkan potensi daerah dan Sumber
Daya Manusia yang ada di Tulang Bawang, selain itu juga untuk memeriahkan
Hari Ulang Tahun Kabupaten Tulang Bawang. Adapun kegiatan-kegiatan yang
diselenggarakan dalam rangka Festival Megou Pak anatara lain :
1.
Pembukaan yang meliputi Kirab/Pawai Budaya Megou Pak, Medley Lagu Lampung dan
Tari Kolosal.
2.
Pemilihan Muli - Menganai Tulang Bawang
3.
Lomba Lagu Pop Daerah Lampung
4.
Lomba Tari Kreasi Daerah Lampung
5.
Megou Pak Music Contest
6.
Kirab Motor Antik
7.
Megou Pak Culture Exhibitio
|
|
maaf untuk tambahan aja asal muasal megou pak tulang bawang dari 2 kecekian ,yaitu ceki balak,dan,ceki pinggir way ini tercatat di dalam buku yang dikeluarkan dari jaman kolonial dan dapat di buktikan karna buku itu ada pada kami ,kami selama ini selalu mengawasi tatanan kebudayaan tulang bawang dan sampai saat ini banyak pelaku pelaku budaya yang sengaja atau tidak sengaja berusaha menggelapkan sejarah ( culture genocide) ,jadi himbauan saya penyimbang-penyimbang adat yang ada sekarang ini legalitas nya sangat di ragukan untuk itu perlu di reformasi (Ngeberengoh)
BalasHapus